
foto : Fahdi ‘Akew’ Khalid, Sekretaris PWI Banten
SAPULETENEWS.COM- Seorang wartawan dinilai masyarakat sebagai orang yang tidak pernah salah, terutama dalam menyajikan karya karya Jurnalistik-nya. Tentu saja penilaian warga itu sangatlah mendasar, karena jika seorang wartawan menyajikan tulisan yang tidak benar dan jauh dari fakta yang terjadi dilapangan, maka otomatis karier wartawan itu bisa dikatakan selesai, lantaran rekam jejaknya yang pernah membuat berita bohong. Lantas, bagaimana seharusnya seorang wartawan bersikap untuk menunjang tugas keseharian dalam menyajikan berita guna menyampaikan informasi yang akurat dan terpercaya?
Semua pasti sepakat, dalam menyajikan berita wartawan harus memegang teguh Kode Etik Jurnalistik, Kode Prilaku Wartawan dan Undang Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Tiga aturan itulah yang kemudian harus dijadikan pedoman oleh wartawan dalam menjalankan tugas keseharian. Apalagi Ketiga aturan itu juga diperkuat dengan Jurnalis Profetik, mantap sudah, yakinlah seorang wartawan akan benar-benar dipercaya masyarakat, karena setiap produk Jurnalistiknya berpedoman pada aturan.
Kemudian apakah Jurnalis Profetik tersebut? Menurut beberapa wartawan senior di Banten seperti Ustad CR Nurdin dan Ustad M Hopip dalam berbagai kesempatan, Jurnalis Profetik itu adalah karakter keseharian seorang Nabi yang harus di contoh dan harus melekat dalam diri seorang Jurnalis. Karena itu, Jurnalis harus memegang teguh empat sifat nabi dalam kesehariannya yaitu Shiddiq (Kebenaran), Amanah (Dapat dipercaya), Tablig(Menyampaikan) dan Fathanah (Cerdas/bijaksana), agar menghasilkan karya yang dapat dipercaya masyarakat. Ke-empat sifat Nabi itu sangat sesuai dengan fungsi media, karena ada pesan moral menyampaikan kebenaran, amanah karena dipercaya mendidik masyarakat melalui pemberitaan, menghibur dan cermat dalam menyampaikan informasi melalui tablig atau penyampaian yang benar dilandasi data dan fakta, serta bijak dan cerdas dalam melakukan kontrol sosial.
Seorang wartawan mestilah Sidik, ia harus benar dalam memberitakan sebuah peristiwa. Lalu harus amanah, bila Jurnalis tidak amanah, bukan saja merusakan reputasi profesi, akan tetap merusak nama baik diri sendiri, sehingga tidak lagi mendapatkan legitimasi sebagai wartawan yang baik. Kemudian tablig, wartawan harus menyampaikan kejadian dan peristiwa yang benar dan tepat. Selanjutnya, fatanah, yakni dapat mendayagunakan akalnya agar berita yang ditulis mencerahkan manusia.
Jika seorang wartawan sudah terbiasa dan menanamkan karakter jurnalis profetik serta kode prilaku wartawan, kode etik jurnalistik dan berpegang teguh pada undang undang nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers, maka ia bisa dikategorikan sebagai wartawan yang tangguh, bertanggung jawab, serta panutan serta karya jurnalistiknya menjadi referensi masyarakat dalam mendapatkan sebuah informasi. Semua itu akan lebih sempurna jika wartawan juga memiliki Ethos (Kredibilitas), Pathos (Emosi) atau punya kepekaan terhadap kemanusiaan, dan logos, atau logika.
Jadi, ayolah para wartawan, mulai sekarang kita mulai menanamkan karakter Jurnalis Profetik. Karena dengan Jurnalis Profetik-lah saat ini yang bisa membangkitkan optimisme pembaca. Mari Kita Gaungkan Jurnalis Profetik.***
Penulis : Fahdi ‘Akew’ Khalid Sekertaris PWI Banten, Pimpinan Rian Nopandra.